(Ali bin Abi Thalib Ra)
Pembelajaran menggunakan kerangka-kerangka tema atau biasa dikenal dengan pembelajaran Tematik . . . adalah metode yang digunakan di kelas 1, 2, dan 3. Saya sendiri belum banyak tahu dan belum pernah mengaplikasikan dalam tugas-tugas mengajar. Secara, saya memang bukan guru kelas rendah (1-3). Walaupun dulu ketika kuliah pun sudah sedikit diberikan. Alhamdulillah, kemarin saat ada pelatihan tentang Tematik . . . dapat kesempatan untuk mengikuti. Sehingga walau belum pernah mempraktekan sekedar belajar, sedikit banyak tahu kerangka berpikir dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh seorang guru untuk menerapkannya. Lumayan masih nyambung kalau diajak diskusi beliau-beliau yang mengajar kelas rendah.
Dari yang saya dapatkan dalam pelatihan tersebut, yang dimaksud dengan pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang mengggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran. Jadi batasan waktu dan cakupan materi kegiatan siswa di sekolah didasarkan pada tema yang dikembangkan oleh guru, bukan didasarkan pada jadwal mata pelajaran.
Pemilihan penggunaan metode pembelajaran ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain:
Penerapan pembelajaran tematik untuk kelas 1 – 3 Sekolah Dasar mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Peraturan Menteri tersebut Bab II, Bagian B tentang Struktur Kurikulum Pendidikan Umum, butir 1.c. dinyatakan bahwa pembelajaran kelas 1 – 3 SD dilaksanakan melalui pendekatan tematik
Mencermati buku Model Pembelajaran tematik yang diterbitkan oleh BNSP dapat disimpulkan bahwa ada dua alasan mendasar diterapkan pembelajaran tematik untuk kelas 1 – 3 SD, yaitu:
Pertama: Perkembangan psikologis anak
Anak yang duduk di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat penting dan sering disebut “The Golden Years” bagi kehidupan seseorang.
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap obyek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan obyek dengan konsep yang sudah ada dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Belajar dimaknai sebagai proses interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak belajar dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, dan diraba.
Kedua : Pembelajaran bermakna.
Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka, tetapi kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Hal ini sejalan dengan falsafah konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkontruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak.
Sebelum metode tematik ini ngetren, pembelajaran di kelas 1 dan 3 juga menggunakan metode pembelajaran dengan pola jam pelajaran. Nah sekarang perbandingan keduanya, yaitu tematik dan pola jam pelajaran bagi kelas 1-3.
Begini, Dengan memperhatikan kedua alasan diberlakukannya pembelajaran tematik jelaslah bahwa pembelajaran tematik lebih baik dari pada pelajaran dengan pola mata pelajaran. Selain itu ada beberapa keuntungan lain dilaksanakan pembelajaran tematik, antara lain:
Pembelajaran menjadi menyenangkan
Siswa sungguh senang karena pembelajaran dikelola sesuai dengan perkembangan jiwa anak. Dengan pembelajaran tematik, khususnya dengan buku Grasindo, setiap hari siswa diajak bernyanyi, bermain dan mendengarkan cerita. Dunia anak adalah bermain, menyanyi dan mendengarkan ceritera. Guru dapat leluasa mengatur waktu untuk ketiga kegiatan tersebut, sebab kegiatan belajar tidak dikotak-kotak lagi dengan mata pelajaran. Guru dan siswa tidak perlu bertanya, “Sekarang mata pelajaran apa?”
Siswa sungguh senang, karena belajar dengan bermain dan melakukan kegiatan kreatif
Siswa mudah memusatkan perhatian
Dalam pembelajaran tematik kegiatan berjalan mengalir tanpa dipenggal-penggal dengan pergantian jam pelajaran. Perhatian siswa tidak terpecah-pecah. Lainnya halnya dengan pembelajaran yang disusun berdasarkan jam pelajaran. Setiap ganti jam pelajaran siswa harus kembali dari awal. Mengingat kembali materi terakhir pada hari sebelumnya. Seringkali ada kegiatan yang belum tuntas terpaksa harus diakhiri karena ada pergantian jam pelajaran. Lebih bermasalah lagi kalau gurunya juga harus ganti.
Penguasaan kompetensi akan lebih kuat dan mendalam.
Dengan perhatian yang lebih terpusat dan kegiatan yang lebih tuntas, ditambah lagi dengan suasana yang menyenangkan serta materi sesuai dengan konteksnya, maka dapat diharapkan penguasaan kompetensi siswa lebih kuat dan mendalam.
Hemat waktu
Dalam pembelajaran dengan mata pelajaran sering ditemukan tumpang tindih. Misalnya Pelajaran Bahasa Indonesia memerlukan wacana sebagai sumber belajar. Dalam wacana tersebut memuat materi pelajaran lain. Selain itu ketika siswa menyusun atau membuat kalimat, mendeskripsikan suatu benda, dan menceritakan pengalaman sering terkait dengan materi pelajaran lain. Sebaliknya semua matapelajaran di luar Bahasa Indonesia pun anak harus menyusun kalimat, mendeskripsikan suatu benda dan sebagainya, yang sebetulnya hal itu terkait dengan pelajaran bahasa Indonesia. Dengan pembelajaran tematik tidak perlu dibedakan antara kalimat pelajaran Bahasa Indonesia atau kalimat pelajaran lainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa pembelajaran tematik sungguh-sungguh menghemat waktu.
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Polanya mengikuti pola yang dikeluarkan oleh BNSP, yaitu ada kegiatan pembuka, inti dan penutup.
Sesuai dengan tujuannya, maka kegiatan pembuka dan penutup lebih banyak dalam bentuk nyanyian, permaian, mendengarkan cerita, pesan moral dan kegiatan sejenis lainnya. Terhadap kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat ditanyakan mata pelajaran apa. Dengan demikian tidak dapat dibuat jadwal mata pelajaran.
Memperhatikan hal tersebut dan juga untuk menghindari terjadinya tumpang tindih, maka dalam pembelajaran tematik tidak perlu ada jadwal mata pelajaran.
Fakta bahwa dalam satu kegiatan siswa belajar berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran. Maka yang paling ideal dalam pembelajaran tematik tidak ada jadwal metapelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar