Selasa, 21 Januari 2014

METODE THINK-PAIR-SHARE (TPS)



TPS

Tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arend (dalam Trianto, 2007:61) menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam  think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.

Guru hanya memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Langkah-langkah pembelajaran think-pair-share adalah:
1)   Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
1)      Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
2)     Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan (Trianto, 2007:61-62)



Bahri. M. 2006. Peningkatan Prestasi Belajar Geografi Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Think-Pair-Share pada Kelas VIII-C SMPN 1 Blega Bangkalan. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Volume 1, No 10, 2006. Diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Dasna dan Sutrisno. 2005. Model-model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pengajaran Sains/Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang.
Dimyati dan Mujiono. 1994.  Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka cipta
Djamarah,S.B. dan Zain, A. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Renika Cipta.
Etin S. & Raharjo. 2008. Cooperative Learning Analisis Pembelajaran IPS.  Jakarta: Bumi Aksara.
Ibrahim, M, dkk. 2000  Pebelajaran  Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Joyce, B and Weil, M. 1996. Models of Teaching, Boston : Allyn and Bacon
Kemmis,S and Mc Taggart,R. 1988. The Action Research Planner. Deakin University
Mahanal, 2005, Penerapan Pola Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan (PBMP) dengan  Strategi Kooperatif Model TPS Pada Mata Pelajaran IPA Biologi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa SMP-SMA dengan Setting Wilayah Pertanian Malang, Malang Lembaga penelitian Universitas Negeri Malang
Nurhadi. 2004. Pendekatan Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning). Malang: Universitas Negeri Malang
Surya. M.. 1997. Pergeseran Paradigma Pendidikan Menyongsong Abad ke-21, Jurnal Pendidikan Mimbar Pendidikan, XVII
Trianto.2007.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorentasi Konstruktivistik. Jakarta:Prestasi Pustaka

Widowati. 2005. Penerapan Problem Based Learning (PBL)
Winataputra, U.S. 1992. “Model-model Pembelajaran” dalam Belajar dan Pembelajaran, Soekamto dkk, 1992, Jakarta: PAU PPAI Ditjen Dikti Depdikbud
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta:  Gramedia Widiasara Indonesia

Wiriaatmadja, R.2002. Pembelajaran IPS pada Tingkat Sekolah Dasar, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pembaharuan Pendidikan IPS, HISPISI Jawa Barat, Bandung 31 Oktober 2002, tidak diterbitkan.




PEMBELAJARAN KOOPERATIF



PEMBELAJARAN KOOPERATIF

1.  Definisi Pembelajaran Kooperatif.
Slavin (1994:287) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mengacu pada berbagai metode mengajar yang mana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi dan berargumen dengan yang lain, saling menilai materi yang sedang dipelajari, dan saling melengkapi pemahaman. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dan bekerja bersama dalam kelompok-kelompok kecil (beranggotakan 4 sampai 6 siswa) sedemikian rupa sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar diri dan anggota kelompok lainnya. Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, mereka belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari guru bersama-sama, saling membantu satu dengan lainnya sehingga setiap anggota kelompok dapat meraih hasil belajar yang maksimal.
Saat ini banyak  guru yang menafsirkan pembelajaran kooperatif sama dengan belajar kelompok. Padahal ada perbedaan antara pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dengan belajar  kelompok tradisional (traditional learning group). Perbedaanya dideskripsikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1.  Perbedaan belajar kelompok tradisional dengan pembelajaran kooperatif.
Belajar Kelompok Tradisional
Pembelajaran Kooperatif
Ketergantunga antar anggota kelompok rendah. Anggota kelompok hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri.


Tanggung jawab hanya bersifat individu





Keterampilan kerja kelompok diabaikan. Pimpinan ditentukan oleh partisipasi anggota secara langsung.




Tidak ada pemrosesan kerja kelompok. Prestasi individu yang dihargai


Ketergantungan antar anggota kelompok tinggi. Setiap anggota bertanggung jawab pada dirinya dan anggota kelompoknya

Adanya tanggung jawab individu dan kelompok. Setiap anggota memegang tanggung jawab pada dirinya dan anggota kelompoknya agar mencapai kinerja yang tinggi

Menekankan pada keterampilan kerja tim. Setiap anggota diajarkan dan diharapkan menggunakan keterampilan sosial. Kepemimpinan dibagi untuk seluruh anggota.

Menekankan pada peningkatan secara terus-menerus mutu proses kerja kelompok dan kerjasama anggota secara efektif

Dirujuk dari Johnson D.W. dan Johnson R.T. (1994: 78)

2.  Landasan Teoritis dan Empiris Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menurut Arend (2004:357-360) mempunyai landasan teoritis dan empiris, yaitu: (a) konsep kelas yang demokratis; (b) Relasi antar kelompok; dan (c) belajar dari pengalaman. Konsep kelas yang demokratis dikemukakan oleh John Dewey dan Herbert Thelan. John Dewey dalam bukunya Democracy and Education tahun 1916 menetapkan sebuah konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Selanjutnya ia menambahkan bahwa guru harus menciptakan di dalam lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan prosedur demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif untuk memikirkan masalah sosial penting yang muncul pada saat itu. Tahun 1954 dan 1969 psikolog Herbert Thelan mengembangkan prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Theland berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar kelompok.
Relasi antar kelompok dikemukakan oleh Gordon Alport (Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:14). Alport mengemukakan bahwa hukum saja tidak akan mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta pemehaman lebih baik. Untuk  itu ada   tiga kondisi dasar  untuk  mencegah terjadinya  kecurigaan antar ras dan  etnis, yaitu: (a) kontak langsung antar etnik; (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antar anggota dari berbagai kelompok dalam satu setting tertentu; dan (c) setting itu secara resmi mendapat perse-tujuan kerjasama antar-etnis.
Belajar berdasarkan pengalaman di dasarkan pada tiga asumsi (Johnson dan Johnson, dalam Arend, 2004:359). Pertama, bahwa siswa akan belajar dengan baik jika siswa secara pribadi terlibat dalam pengalaman itu. Ke dua, bahwa pengetahuan itu hendak siswa jadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat suatu perbedaan dalam tingkah laku siswa. Ke tiga, bahwa komitmen terhadap belajar paling tinggi apabila siswa bebas menetapkan tujuan pembelajarannya sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.
3.  Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif mempunyai karakter tertentu sehingga dapat dibeda-kan dengan pembelajaran lainnya. Arend (2004:316) mengemukakan bahwa ada empat karekteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) siswa bekerja dalam tim-tim untuk menguasai materi pelajaran; (b) tim tersusun dari siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan  rendah; (c) jika mungkin, dalam satu tim terdiri dari campuran dari berbagai suku, budaya, dan jenis kelamin; dan (d) penghargaan diorientasikan pada kelompok maupun individu.
Sedangkan Slavin (1995: 12-13) mengemukakan enam tipologi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya: (a) tujuan-tujuan kelompok; (b) tanggung jawab individu; (c) peluang yang sama untuk sukses; (d) kompetisi tim; (e) spesialisasi tugas; dan (f) penyesuaian pada kebutuhan individu. Ke enam tipologi tersebut menjadi karak-teristik pokok dalam pembelajaran kooperatif. Walaupun menggunakan tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang berbeda, namun ke enam hal di atas harus tampak da-lam proses pembelajaran, sehingga menampakkan hal yang berbeda dengan metode kooperatif tradisional.
4.  Tujuan Pembelajaran Kooperatif.
Arend (1997, dalam Ibrahim, 2000:7-9) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan ke-untungan baik pada siswa dengan kemampuan rendah maupun kemampuan tinggi yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Slavin, 1995). Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi siswa dengan kemampuan rendah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang punya kemampuan lebih tinggi tetapi mempunyai orientasi bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa dengan kemampuan tinggi kan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan ke dua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan akade-mik maupun jenis kelamin. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama. Mereka dilatih untuk saling menghar-gai satu sama lain.
Tujuan ke tiga adalah pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki siswa karena saat ini banyak pekerjaan orang dewasa di masyarakat  yang dilakukan dalam suatu organisasi yang membutuh-kan kerja kolaborasi, dimana satu dengan yang lain saling membutuhkan dan saling mengisi.
5.  Sintaks (Langkah-Langkah) Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai 6 langkah/tahapan utama (Arend, 2004:371; Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:11). Tahapan pertama dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran, setting  pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian materi yang sering kali berupa bahan bacaan daripada penyampaikan secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Setiap langkah pembelajaran kooperatif membutuhkan perilaku guru yang berbeda. Perilaku guru yang harus tampak pada setiap tahap dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.2  Sintaks Pembelajaran kooperatif dan Perilaku Guru
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menjelaskan tujuan dan setting pembelajaran serta memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, dan setting atau langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, serta memotivasi siswa untuk belajar.

Fase 2
Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa secara verbal, demonstrasi, maupun lewat bahan bacaan

Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4
Memandu kelompok bekerja dan belajar

Guru memandu kelompok-kelompok agar  mengerjakan tugas-tugas mereka

Fase 5
Melaksanakan Tes

Guru menilai penguasaan siswa terhadap materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6
Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk memberi penghargaan usaha dan hasil belajar individu maupun kelompok
Dirujuk dari Arend (2004:371).

DAFTAR RUJUKAN

Arend, R.I. 2004. Learning to Teach. New York. McGraw-Hill

Arikunto, Suharjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP, 2006, Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP, Jakarta

Depdiknas, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 ten-tang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta

Depdiknas, 2003, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta

Echols dan Sadhily. 2006. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia.

Eggen dan Kauchak. 2004. Educational Psichology; Windows on Classroom. New Jersey. Merril Prentice Hall.

Ibrahim, Rahmadiarti, Nur, dan Ismono. 200. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. University Press UNESA.

Johnson, D.W., Johnson, R.T. 1994. Learning Tegether and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Massacussett: Allyn and Bacon.

Johnson, D.W., Johnson, R.T. 2002. Meaningfull Assessment: a Manageable and Cooperative Process. Massacussett: Allyn and Bacon.

Nur, Muhammad. 2004a. Pembelajaran Koperatif. Surabaya: Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA

Nur, Muhammad, 2004b, Strategi-Strategi Balajar. Surabaya, Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA

Nurhadi, Yasin, Berhan, Sendukh, Gerrad, Agus, 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, UM Press, Malang.

Parlan, Ambarwati, dan Suhartini. 2006. Penggunaan Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA Negeri 9 Malang. Malang: Lemlit UM.

Mahamal, Sudriyati, Pujiningrum dan Suyanto. 2006. Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Koperatif model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Kelas V MI Jendral Sudirman Malang. Malang: Lemlit UM.

Budiasih E, dan Widiarti H.R. 2007. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Peserta Didik Perkuliahan Analisis Instrumen melalui Pembuatan Peta Konsep secara Koperatif Model STAD. Malang: Lemlit UM.

Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology, Theory and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.

Sugiono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Bandung; CV Alfabeta