Rabu, 28 September 2011

BEKERJA MENURUT ACUAN KRITERIA



Oleh Saiful Amin


Dalam suatu organisasi, termasuk lembaga pendidikan, sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting. Manusia memegang peranan kunci terhadap keberhasilan program sekolah. Begitu pentingnya sumber daya manusia ini Depdiknas (1999:77) menyatakan bahwa dalam pengembangan sekolah, sumber daya manusia merupakan komponen yang paling berharga.
Sekolah harus berupaya agar mempunyai sumber daya manusia baik pendidik maupun tenaga pendidikan yang  berkualitas. Tilaar (1999:401) menyebut manusia yang berkualitas ini sebagai manusia yang unggul. Manusia yang unggul setidaknya mempunyai dua ciri utama, Pertama, manusia itu mampu mengembangkan potensinya seoptimal mungkin, sehingga dengan potensi itu ia mampu bersaing dengan manusia lainnya. Namun tidak hanya itu, manusia unggul juga membagi kemampuan yang dimilikinya kepada teman sejawatnya sehingga kemampuannya itu bermanfaat bagi orang lain. Kedua, manusia unggul harus mampu berfikir kreatif. Dengan berfikir kreatif, orang akan mampu menciptakan hal-hal baru yang lebih bermanfaat.
Pada saat ini, Sekolah telah melakukan berbagai upaya agar mempunyai pendidik dan tenaga pendidikan yang unggul. Sekolah berupaya mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan yang dipunyai mengikuti berbagai jenis penataran, pendidikan dan latihan, workshop, seminar dan sejenisnya. Pada saat mengikuti kegiatan-kegiatan itu motivasi dan semangat mereka bagitu tinggi untuk berubah saat di tempat kerja. Pada awal-awal mereka datang dari pelatihan, mereka punya semangat dan motivasi tinggi. Tetapi, teman-teman kerja mereka tetap seperti dulu. Lingkungan kerja mereka tidak berubah. Bahkan beberapa teman ada yang “menggojlok” mereka. Lama-kelamaan semangat dan motivasinya turun, dan terus turun sampai akhirnya mereka kembali kepada “habitat” semula.
Fenomena seperti Penulis deskripsikan di atas, terjadi di sebagian besar sekolah. Sungguh, apabila hal ini berlanjut, maka upaya peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yang  telah menghabiskan banyak biaya dan tenaga akan sia-sia. Penulis memandang perlu ada upaya untuk mencari akar masalahnya. Dengan menemukan akar masalah, maka akan lebih mudah memecahkannya.
Menurut pendapat Penulis, salah satu akar masalahnya adalah pola pikir yang dipakai pendidik dan tenaga kependidikan terhadap kerja mereka. Pola pikir yang mereka pakai adalah ”pola kerja  berdasarkan acuan norma”. Sebagai alternatif, Penulis mengusulkan ”pola kerja berdasarkan acuan kriteria”. Pola ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.
Konsep Bekerja Berdasarkan Acuan Norma dan Acuan Kriteria.
Penulis telah menjelaskan di bagian terdahulu bahwa konsep bekerja berdasarkan acuan norma dan acuan kriteria adalah diadopsi dari konsep penilaian. acuan norma Penulis adopsi dari acuan yang digunakan dalam penilaian. Penilaian acuan norma adalah penilaian dimana interpretasi hasil penilaian siswa dikaitkan dengan hasil penilaian seluruh kelas (Depdiknas, 2003:22). Dalam penilaian dengan acuan norma, nilai seorang siswa selalu dibandingkan dengan nilai siswa lain. Apabila hal ini digunakan dalam dunia pekerjaan pendidik dan tenaga kependidikan berarti orang yang bekerja dengan menggunakan acuan norma adalah mereka yang selalu membandingkan hasil pekerjaannya dengan pekerjaan orang lain baik di tempat kerjanya sendiri maupun di tempat kerja lain. Dengan menggunakan acuan norma, maka yang berlaku dalam bekerja adalah norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekolah itu.
Penilaian menurut acuan kriteria adalah pendekatan penilaian dimana hasil penilaian yang dicapai siswa dikaitkan dengan kriteria atau patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi nilai siswa tidak dibandingkan dengan nilai siswa lain, tetapi dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu (Depdiknas, 2003:22).Berdasarkan pengertian penilaian acuan kriteria di atas, Penulis memberi arti bekerja berdasarkan acuan kriteria adalah bekerja yang mendasarkan pekerjaannya pada kriteria yang telah ditentukan. Bekerja dengan acuan kriteria berarti bekerja berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh atasan maupun oleh aturan perundang-undangan yang berlaku. Orang yang bekerja dengan acuan kriteria berusaha sekuat tenaga untuk mencapai kriteria yang telah ditentukan tersebut, meskipun mungkin dianggap aneh oleh teman-temanya. Sebelum bekerja, orang yang bekerja menurut acuan kriteria terlebih dahulu mempelajari kriteria-kriteria yang harus dicapai dalam bekerja. Selanjutnya mereka berusaha mengukur kemampuannya untuk mencapai kriteria itu. Apabila mampu, Ia akan memulai melakukan tugas dan pekerjaan itu. Apabial belum mampu, Ia berusaha meningkatkan diri baik kedisiplinan maupun kompetensinya agar memenuhi kriteria yang berlaku.

Ciri-Ciri Manusia yang Bekerja Menurut Acuan Norma dan Acuan Kriteria
Penulis mencoba membuat perbandingan antara orang yang bekerja menurut acuan norma dengan orang yang bekerja menurut acuan kriteria sebagai berikut:
Ciri Manusia yang Bekerja Menurut Acuan Norma dan Acuan Kriteria
Aspek
Bekerja Menurut Acuan Norma
Bekerja Menurut Acuan Kriteria
Pola berfikir
Akan melakukan apabila teman/orang lain melakukan atau atasan memerintahkan
Akan melakukan sesuai kriteria meskipun teman/orang lain belum melakukan atau atasan belum memerintahkan
Hasil pekerjaan
Membandingkan pekerjaan dirinya dengan pekerjaan temanya di lembaga itu atau di lembaga lain
Membandingkan dengan kriteria kerja yang telah ditetapkan atau peraturan yang berlaku tanpa terlalu terganggu dengan kerja temannya
Kepuasan kerja
Sering tidak merasa puas dan iri kepada temannya yang tidak rajin
Tidak merasa iri dengan teman lainnya yang tidak rajin, karena ia fokus pada pekerjaannya untuk mencapai kriteria.
Prestasi kerja
Sering mengaitkan prestasi kerja dengan imbalan baik berupa materi maupun non materi
Tidak terlalu mempermasalahkan prestasi kerja dengan imbalan materi maupun non materi.
Ketergantungan pada atasan
Biasanya menunggu perintah atau edaran dari instansi yang lebih tinggi
Tidak teralalu tergantung pada perintah atasan atau edaran dari instansi yang lebih tinggi
Monitoring dan evaluasi
Perlu monitoring dan evaluasi yang ketat dan kontinyu
Mempu mengevaluasi diri sendiri
Tingkat disiplin
Tergantung pada pengawasan dan kepentingan
Tinggi meskipun tanpa pengawasan
Dispensasi kerja
Suka bekerja santai, dan menunda-nunda pekerjaan
Pekerja keras, dan ingin menyelesaikan tugas dengan baik


Langkah-Langkah Mengembangkan Acuan Kerja Berdasarkan Kriteria
Agar tercipta iklim kerja yang beracuan kriteria di suatu sekolah, maka Penulis menyarankan langkah-langkah sebagai berikut:
1.       Membantuk tim pengkajian peraturan perundangan yang berlaku.
Pada tahap ini Kepala Sekolah dapat mengambil inisiatif untuk membentuk sebuah tim pengkajian peraturan. Pembentukan tim idealnya sebelum tahun pelajaran baru berlangsung. Tujuannya agar tim ini mempunyai cukup waktu. Kepala Sekolah dapat memilih guru dan staf  tata usaha yang mempunyai kinerja tinggi dan mempunyai kepedulian tinggi terhadap sekolah.
Tim ini bertugas mempelajari semua peraturan yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pendidik dan tenaga kependidikan. Tim ini pula yang membuat draf rumusan acuan kriteria kerja bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Draf rumusan itu sebagai bahan pembahasan dalam rapat kerja penetapan acuan kriteria kerja.
2.       Melaksanakan rapat kerja menetapkan acuan kriteria kerja.
Setelah draf selesai, Kepala Sekolah dapat melaksanakan rapat kerja. Rapat kerja bisa dilaksanakan pada awal tahun pelajaran. Peserta rapar kerja adalah semua pendidik dan tenaga kependidikan.di sekolah tersebut. Jika dianggap perlu, dalam rapat kerja tersebut dibentuk komisi-komisi, misalnya komisi pendidik dan komisi tenaga kependidikan.
Kepala Sekolah perlu untuk memberikan pengarahan agar peserta raker memperoleh informasi yang tepat mengenai tujuan raker. Penulis juga merekomendasikan untuk mengundang pejabat dari Dinas Pendidikan jika dianggap parlu. Pada rapat kerja ini draf acuan kriteria kerja yang telah dirumuskan oleh tim pengkajian disampaikan kepada peserta rapat kerja untuk memperoleh tanggapan, perbaikan, dan penyempurnaan. Butir-tiap butir dibahas satu persatu. Setelah dibahas dan dilakukan perbaikan dan disempurnakan, serta seluruh peserta raker setuju, maka draf tersebut ditetapkan sebagai acuan kriteria kerja.
3.       Penetapan dengan Keputusan Kepala Sekolah
Langkah ke tiga adalah menetapkan hasil rapat kerja tersebut dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Sekolah. Penetapan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Sekolah bertujuan agar acuan kriteria kerja itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan.
4.       Sosilasasi kepada seluruh Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Langkah ke empat adalah sosialisasi Surat Keputusan Kepala Sekolah. Kepala Sekolah dapat melakukan sosialisasi melalui dua cara. Pertama, melalui rapat dinas yang biasanya dilaksanakan secara rutin. Kedua, dengan mengedarkan surat keputusan itu kepada sumua pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di sekolah tersebut.
5.       Implementasi.
Implementasi merupakan tahap yang paling penting. Pada tahap ini pendidik dan tenaga kependidikan diharapkan taat untuk bekerja sesuai dengan acuan kriteria kerja yang telah ditetapkan. Penulis memprediksikan pada awal-awal implementasi pasti ada pro dan kontra. Ada yang bernada sinis dan sejenisnya. Dalam menghadapi hal ini Kepala Sekolah dan Tim harus tahan uji. Bahwa keputusan itu harus dilaksanakan terlebih dahulu. Jika terdapat kekurangan masih terbuka peluang untuk dilakukan evaluasi.
6.       Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi marupakan bagian penting dalam implementasi acuan kriteria kerja. Dari hasil monitoring dan evaluasi ini, Kepala Sekolah dan Tim dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan acuan kriteria kerja. Oleh karananya sebelum implementasi hendaknya Kepala Sekolah dan Tim telah menyusun pedoman atau panduan monitoring dan evaluasi.
Selain monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dan Tim, Penulis menyarankan adanya evaluasi diri oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Kepala Sekolah dapat membuat blanko evaluasi diri yang memberikan kesempatan kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan mengevaluasi dirinya sendiri sebelum dievalasi oleh Kepala Sekolah atau tim. Evaluasi diri ini penting untuk memberi pelajaran kepada pendidik dan tenaga kependidikan agar mampu menilai dirinya sendiri.

Dampak Positif Bekerja Berdasarkan Acuan Kriteria
Bekerja berdasarkan acuna kriteria mempunyai beberapa dampak positif. Pertama, tumbuhnya motivasi internal dalam diri pendidik dan tenaga kependidikan. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Nawawi, 2003:329). Motivasi internal jauh lebih  kuat pengaruhnya dari pada motivasi eksternal. Bekerja berdasarkan acuan kriteria membuat pendidik dan tenaga kependidikan melakukan tugas dan pekerjaan berdasarkan dorongan dari dirinya sendiri untuk mencapai kriteria yang telah ditetapkan. Penulis melihat, selama ini masih banyak pendidik dan tenaga kependidikan yang bekerja karena motivasi eksternal. Mereka mau dan rajin mengikuti seminar, workshop, dan pelatihan karena ada program sertifikasi. Mereka menyebutnya sebagai guru “buser” atau guru pemburu sertifikat. Setelah mereka tersertifikasi dan mendapat tunjungan profesi, berhentilah mereka menjadi “guru buser”.
Kedua, menciptakan disiplin kerja. Disiplin merupakan hal yang sangat esensial dalam pengembangan organisasi/lembaga. Tanpa disiplin kerja akan sulit mewujudkan efektivitas dan efisiensi karja sehingga akan sulit pula mencapai tujuan organisasi secara maksimal (Nawawi, 2003:330). Dalam sekolah yang bekerja berdasarkan acuan kriteria tertuan secara jelas jam berapa mereka harus masuk dan jam berapa mereka boleh pulang. Mereka juga sudah mempunyai pedoman yang jelas, tugas yang harus diselesaikan hari ini, minggu ini, bulan ini, semester ini dan tahun ini.
Ketiga, mendorong pendidik dan tenaga kepedidikan untuk tidak cepat puas dengan hasil yang telah dicapai. Orang yang bekerja berdasarkan acuan kriteria akan menentukan kriteria yang harus dicapai tahun ini. Jika kriteria itu sudah tercapai, Ia akan menentukan kriteria yang lebih tinggi pada tahun berikutnya, dan begitu seterusnya sehingga tanpa terasa sampailah ia pada kriteria yang sangat tinggi. Saat ini masih banyak pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah puas dengan hasil yang biasa-biasa saja. Mereka berdalih bahwa sekolah mereka lebih baik dari sekolah sebelah. Inilah yang dikritik oleh Gardner (dalam Dryden dan Vos, 2001:436) yang menyatakan bahwa banyak orang yang mempunyai keinginan sekolahnya menjadi unggul, tetapi pada praktiknya cepat puas dengan kualitas yang sedang-sedang saja
Keempat, terciptanya masyarakat belajar di tempat kerja. Lingkungan kerja yang berdasarkan acuan kriteria, menuntut pendidik dan tenaga pendidikan di dalamnya untuk terus belajar dan belajar mencapai kriteria itu. Ketika kriteria itu ditingkatkan dari tahun ke tahun, maka semua harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui belajar. Mereka dapat mengikuti program pendidikan dan latihan maupun belajar secara mandiri. Masyarakat belajar sampai saat ini belum tercipta di  setiap sekolah. Belajar bagi sebagian besar pendidik dan tenaga kependidikan manjadi sebuah beban. Contoh konkritnya adalah saat ada perubahan kurikulum atau teknik kerja baru. Sebagian besar guru mengeluhkan adanya perubahan kurikulum. Beberapa guru, bahkan berujar “apapun kurikulumnya, metode  mengajarnya tetap sama”. Iklim kerja yang berdasarkan acuan kriteria mendorong semua pihak terus belajar, sehingga mereka terbiasa belajar, selanjutnya mereka menjadikan belajar sebagai kebutuhan dan akhirnya di lembaga itu betul-betul tercipta masyarakat belajar.
Kelima, mendorong pendidik dan tenaga kependidikan menjadi insan-insan yang mempunyai kebiasaan mental yang produktif. Degeng (2003:33) manyatakan bahwa kebiasaan mental yang produktif adalah kebiasaan yang digunakan oleh para pemikir-pemikir yang kreatif, kritis, dan mandiri. Dengan ditetapkannya kriteria yang harus dicapai menuntut pendidik dan tenaga kependidikan untuk menciptakan sendiri secara kreatif metode belajar atau teknik kerja baru agar kriteria itu dapat tercapai. Misalnya, kriteria kenaikan kelas (KKM) ditingkatkan dari 70 menjadi 75. Hal ini akan mendorong guru-guru menciptakan kreasi metode pembelajaran yang paling efektif agar KKM itu tercapai. Begitu pula dengan karyawan. Dengan ditetapkan kriteria kerja, misalnya proses peminjaman buku perpustakaan maksimal 5  menit, akan mendorong karyawan perpustakaan menciptakan teknik-teknik pelayanan baru sehingga proses peminjaman buku lebih cepat dan memuaskan.
Penutup
Dari berbagai uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bekerja menurut acuan kriteria adalah bekerja berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan peraturan atau perundangan yang berlaku. Kepala Sekolah perlu mengambil inisiatif untuk menciptakan kriteria kerja dengan membentuk tim, melaksanakan rapat kerja, menetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Sekolah, mengimplementasikan, dan melakukan monitoring dan evaluasi. Implementasi konsep ini diharapkan mampu membawa perubahan ke arah yang positif terhadap kinerja pendidik dan tenaga kependidikan. Perubahan itulah yang akan membantu tercapainya visi dan misi sekolah.
Namun perlu dicatat, konsep bekerja berdasarkan acuan kriteria membutuhkan perubahan pola pikir dari pendidik dan tenaga pendidikan. Merubah pola pikir bukanlah pekerjaan mudah. Ini membutuhkan ketekunan dan kesabaran serta upaya yang sungguh-sungguh. Untuk itu, kata kuncinya adalah Kepala Sekolah harus menjadi garda paling depan, dan mampu menjadi sosok yang patut diteladani. Artinya Kepala Sekolah harus terlebih dahulu memberi contoh bekerja berdasarkan acuan kriteria. Pendidik dan Tenaga Kependidikan di sekolah memang memerlukan nasihat dan arahan dari Kepala Sekolah, tetapi mereka sesungguhnya lebih membutuhkan keteladanan.
Penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. Setidaknya menjadi salah satu wacana. Sebagai wacana baru, tentu konsep ini perlu perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu tambahan pemikiran dari para pembaca sangat Penulis harapkan demi penyempurnaan konsep ini.

DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 1999. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta. Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas.
Depdiknas, 2003. Penilaian Berbasis Kelas (PBK). Jakarta. Pusat Kurikulum, Depdiknas
Degeng, I.N.S. 2003. Teori Pembelajaran 2 Terapan. Bahan Ajar Kuliah (tidak diterbitkan)
Dryden, Gordon, dan Vos, Jeanette. 2001.  Revolusi Cara Belajar, Belajar Akan Lebih Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun”, terjemahan dari (The Learning Revolution, 1999). Jakarta. Kaifa.
Nawawi, Hadari. 2003. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogjakarta. Gajah Mada university Press.
Tilaar, H.A.R. 1999. Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. Magelang. Indonesia Teri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar