PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1.
Definisi Pembelajaran Kooperatif.
Slavin
(1994:287) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
mengacu pada berbagai metode mengajar yang mana siswa bekerja dalam kelompok
kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas
kooperatif siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi dan berargumen dengan
yang lain, saling menilai materi yang sedang dipelajari, dan saling melengkapi
pemahaman. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dan bekerja bersama
dalam kelompok-kelompok kecil (beranggotakan 4 sampai 6 siswa) sedemikian rupa
sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar diri dan anggota
kelompok lainnya. Dengan demikian dalam pembelajaran
kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, mereka belajar dan
mengerjakan tugas-tugas dari guru bersama-sama, saling membantu satu dengan
lainnya sehingga setiap anggota kelompok dapat meraih hasil belajar yang
maksimal.
Saat ini banyak guru yang menafsirkan pembelajaran kooperatif
sama dengan belajar kelompok. Padahal ada perbedaan antara pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) dengan belajar kelompok tradisional (traditional learning
group). Perbedaanya dideskripsikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Perbedaan belajar
kelompok tradisional dengan pembelajaran kooperatif.
Belajar
Kelompok Tradisional
|
Pembelajaran Kooperatif
|
Ketergantungan antar anggota
kelompok tinggi. Setiap anggota bertanggung jawab pada dirinya dan anggota
kelompoknya
Adanya tanggung jawab individu dan
kelompok. Setiap anggota memegang tanggung jawab pada dirinya dan anggota
kelompoknya agar mencapai kinerja yang tinggi
Menekankan pada keterampilan kerja tim.
Setiap anggota diajarkan dan diharapkan menggunakan keterampilan sosial.
Kepemimpinan dibagi untuk seluruh anggota.
Menekankan pada peningkatan secara
terus-menerus mutu proses kerja kelompok dan kerjasama anggota secara efektif
|
Dirujuk dari Johnson D.W. dan Johnson R.T. (1994: 78)
2. Landasan Teoritis dan
Empiris Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menurut Arend (2004:357-360)
mempunyai landasan teoritis dan empiris, yaitu: (a) konsep kelas yang
demokratis; (b) Relasi antar kelompok; dan (c) belajar dari pengalaman. Konsep
kelas yang demokratis dikemukakan oleh John Dewey dan Herbert Thelan. John
Dewey dalam bukunya Democracy and Education tahun 1916 menetapkan sebuah
konsep pendidikan yang menyatakan bahwa kelas seharusnya cermin masyarakat yang
lebih besar dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan
nyata. Selanjutnya ia menambahkan bahwa guru harus menciptakan di dalam
lingkungan belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan prosedur demokrasi
dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk
bekerja secara kooperatif untuk memikirkan masalah sosial penting yang muncul
pada saat itu. Tahun 1954 dan 1969 psikolog Herbert Thelan mengembangkan
prosedur yang lebih tepat untuk membantu siswa bekerja dalam kelompok. Theland
berargumentasi bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur
demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar kelompok.
Relasi antar kelompok dikemukakan oleh Gordon Alport (Ibrahim dan
kawan-kawan, 2000:14). Alport mengemukakan bahwa hukum saja tidak akan
mengurangi kecurigaan antar kelompok dan mendatangkan penerimaan serta
pemehaman lebih baik. Untuk itu ada tiga kondisi dasar untuk
mencegah terjadinya kecurigaan
antar ras dan etnis, yaitu: (a) kontak
langsung antar etnik; (b) sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang
sama antar anggota dari berbagai kelompok dalam satu setting tertentu; dan (c)
setting itu secara resmi mendapat perse-tujuan kerjasama antar-etnis.
Belajar berdasarkan pengalaman di dasarkan pada tiga asumsi (Johnson
dan Johnson, dalam Arend, 2004:359). Pertama, bahwa siswa akan belajar dengan
baik jika siswa secara pribadi terlibat dalam pengalaman itu. Ke dua, bahwa
pengetahuan itu hendak siswa jadikan pengetahuan yang bermakna atau membuat
suatu perbedaan dalam tingkah laku siswa. Ke tiga, bahwa komitmen terhadap
belajar paling tinggi apabila siswa bebas menetapkan tujuan pembelajarannya
sendiri dan secara aktif mempelajari tujuan itu dalam suatu kerangka tertentu.
3. Karakteristik Pembelajaran
Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif mempunyai karakter tertentu sehingga dapat
dibeda-kan dengan pembelajaran lainnya. Arend (2004:316) mengemukakan bahwa ada
empat karekteristik pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) siswa bekerja dalam
tim-tim untuk menguasai materi pelajaran; (b) tim tersusun dari siswa dengan
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah;
(c) jika mungkin, dalam satu tim terdiri dari campuran dari berbagai suku,
budaya, dan jenis kelamin; dan (d) penghargaan diorientasikan pada kelompok
maupun individu.
Sedangkan Slavin (1995: 12-13) mengemukakan enam tipologi
pembelajaran kooperatif, yaitu adanya: (a) tujuan-tujuan kelompok; (b) tanggung
jawab individu; (c) peluang yang sama untuk sukses; (d) kompetisi tim; (e) spesialisasi
tugas; dan (f) penyesuaian pada kebutuhan individu. Ke enam tipologi tersebut
menjadi karak-teristik pokok dalam pembelajaran kooperatif. Walaupun
menggunakan tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang berbeda, namun ke enam hal
di atas harus tampak da-lam proses pembelajaran, sehingga menampakkan hal yang
berbeda dengan metode kooperatif tradisional.
4. Tujuan Pembelajaran
Kooperatif.
Arend (1997, dalam Ibrahim, 2000:7-9) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat
memberikan ke-untungan baik pada siswa dengan kemampuan rendah maupun kemampuan
tinggi yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Slavin, 1995).
Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi siswa
dengan kemampuan rendah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang punya
kemampuan lebih tinggi tetapi mempunyai orientasi bahasa yang sama. Dalam
proses tutorial ini, siswa dengan kemampuan tinggi kan meningkat kemampuan
akademiknya karena memberi pelayanan tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam
tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan ke dua dari pembelajaran kooperatif adalah penerimaan yang
luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan
akade-mik maupun jenis kelamin. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada
siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung
satu sama lain untuk menyelesaikan tugas-tugas bersama. Mereka dilatih untuk
saling menghar-gai satu sama lain.
Tujuan ke tiga adalah pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran
kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki siswa karena saat ini banyak
pekerjaan orang dewasa di masyarakat
yang dilakukan dalam suatu organisasi yang membutuh-kan kerja
kolaborasi, dimana satu dengan yang lain saling membutuhkan dan saling mengisi.
5. Sintaks (Langkah-Langkah)
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai 6 langkah/tahapan utama (Arend,
2004:371; Ibrahim dan kawan-kawan, 2000:11). Tahapan pertama dimulai dengan
guru menyampaikan tujuan pembelajaran, setting
pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh
penyajian materi yang sering kali berupa bahan bacaan daripada penyampaikan
secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap
ini diikuti dengan bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama untuk
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif
adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang
telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok
maupun individu.
Setiap langkah pembelajaran kooperatif membutuhkan perilaku guru
yang berbeda. Perilaku guru yang harus tampak pada setiap tahap dirangkum dalam
tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran kooperatif dan Perilaku
Guru
Tingkah Laku Guru
|
|
Fase 1
|
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
dan setting atau langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan, serta
memotivasi siswa untuk belajar.
|
Fase 2
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa
secara verbal, demonstrasi, maupun lewat bahan bacaan
|
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
|
Fase 4
Memandu kelompok bekerja dan belajar
|
Guru memandu kelompok-kelompok agar mengerjakan tugas-tugas mereka
|
Fase 5
Melaksanakan Tes
|
Guru menilai penguasaan siswa terhadap
materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
|
Fase 6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk memberi
penghargaan usaha dan hasil belajar individu maupun kelompok
|
Dirujuk dari Arend
(2004:371).
DAFTAR RUJUKAN
BSNP, 2006, Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
SMP, Jakarta
Depdiknas, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 ten-tang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta
Depdiknas, 2003, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005,
tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta
Nur, Muhammad. 2004a. Pembelajaran Koperatif. Surabaya: Pusat
Sain dan Matematika Sekolah, UNESA
Nur, Muhammad, 2004b, Strategi-Strategi
Balajar. Surabaya, Pusat Sain dan Matematika Sekolah, UNESA
Nurhadi, Yasin, Berhan, Sendukh, Gerrad, Agus, 2004. Pembelajaran
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, UM Press, Malang.
Slavin, R.E. 1994. Educational
Psychology, Theory and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative
Learning: Theory, Research, and Practice. Massacussett: Allyn and Bacon.
Sugiono. 2000. Metode
Penelitian Administrasi. Bandung; CV Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar