Jumat, 30 September 2011

SEKOLAH UNTUK CINTA BELAJAR


Pendahuluan
Sebagai seorang pendidik rasanya hati ini belum puas dengan kedaan pendidikan dan pembelajaran di negara kita. Apalagi di jenjang pendidikan menengah, lebih khusus di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketidakpuasan itu menyangkut masalah fokus dari pendidikan atau pembelajaran di tingkat sekolah. Kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan: 1) apakah sekolah/guru sudah menfokuskan kebijakan/tindakan untuk kepentingan siswa?; 2) apakah sekolah selalu melibatkan siswanya dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan kesiswaan?; 3) apakah sekolah telah melakukan tes-tes untuk mengetahui bakat dan minat siswanya?; 4) apakah semua guru telah memahami gaya belajar/preferensi belajar siswa-siswanya; 5) apakah semua guru telah menyelenggarakan pembelajaran sesuai dengan gaya belajar dan preferensi belajar para siswanya; dan masih banyak lagi pertanyaan serupa yang perlu mendapat jawaban.
Berdasarkan pengamatan penulis, belum banyak sekolah yang melakukan pertanyaan-pertanyaan di atas. Penyusunan program tidak pernah melibatkan orang tua apalagi siswa. Sebagian besar sekolah buta tentang karakteristik siswanya. Guru, dalam menyelenggarakan pembelajaran hanya sesuai dengan kebiasaan yang telah dilakukan selama ini. Jika ada siswa yang kurang bisa menerima pelajaran, maka kambing hitamnya adalah siswa. Siswa dijadikan alasan pembenaran perilaku guru kepada mereka. Padahal, guru adalah pelayanan siswa, pelayanan dalam bidang pembelajaran. Guru itu digaji oleh masyarakat, dari iuran orang tua siswa atau dari Pemerintah yang bersumber dari uang rakyat.
Hal ini tentu tidak boleh terus berlanjut. Sudah saatnya kita melakukan kaji ulang terhadap apa yang selama ini dianggap sebagai kewajaran/kelumrahan. Jangan lagi mengorbankan siswa kita. Mereka adalah generasi penerus bangsa. Jika kita salah didik, maka bangsa ini bisa hancur di masa mendatang. Tulisan ini bertujuan melakukan kaji ulang hal-hal yang terkait dengan sekolah, belajar, pembelajaran, dan cinta belajar.
Sekolah untuk Belajar.
Anda perlu merenungi kembali, untuk apa Anda sebenarnya ke sekolah? Anda pasti menjawab untuk mencari ilmu, untuk belajar. Tetapi, Apakah anda sudah benar-benar belajar di sekolah? Dan, apakah sekolah betul-betul telah ”mensetting” Anda untuk belajar?
Jika Anda ke sekolah adalah untuk belajar, maka idealnya semua aktivitas yang Adna lakukan di sekolah, hendaknya ditujukan untuk belajar. Di kelas Anda belajar. Waktu istirahat Anda belajar. Waktu upacara Anda belajar. Waktu mengikuti ekstra kurikuler, Anda juga belajar. Guru memberi PR juga agar Anda belajar. Ulangan dan ujian pun tujuannya agar Anda belajar. Tentunya, tidak hanya sebatas materi saja yang Anda pelajari. Di luar kelas, Anda bisa belajar bagaimana menghormati guru, bergaul baik dengan teman, mentaati tata tertib sekolah, berbuat jujur, datang tepat waktu, dan masih banyak lagi. Jadi, semua yang Anda lakukan di sekolah harus mempunyai tujuan belajar, baik belajar tentang pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), maupun sikap dan nilai-nilai (attitude and values).
Kita juga masih perlu memilih definisi belajar yang kita yakini. Jika kita mendefinisikan belajar yang menekankan pada penambahan pengetahuan, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang  sudah dipelajarinya dalam bentuk tes tulis dengan mengikuti urutan kurikulum secara ketat, dan aktivitas pembelajaran lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku  teks, serta menekankan pada hasil akhir, maka kita masih menganut faham behavioristik. Tetapi apabila kita berasumsi bahwa belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi; guru berfungsi menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan; siswa bisa saja mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalaman, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya; kebebasan adalah unsur esensial dalam belajar; kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai; dan kontrol belajar dipegang oleh siswa, maka kita menganut faham konstruktivis (Degeng, 2001).
Faham behavioristik telah lama kita anut dan menghasilkan keadaan seperti sekarang ini. Faham konstruktivis masih ragu untuk kita terapkan karena ada kegamangan, apakah itu bisa merubah keadaan menjadi lebih baik? Saat ini, sekolah perlu mengkaji ulang landasan-landasan yang digunakan untuk menyelenggarakan layanan jasa pendidikan. Kajian itu selayaknya menghasilkan program yang pro siswa, pro belajar. Artinya, program itu harus menjamin bahwa tujuan utamanya adalah agar siswa belajar, bukan yang lain. Dengan demikian, sekolah harus berhasil membuat siswa mampu belajar mandiri, yang dapat memahami dan mampu menerapkan belajar bagaimana belajar (learn how to learn). Tidak hanya sekedar siswa dapat menjawab soal dan mendapat nilai rapot/ijazah yang bagus.
Masalah yang sering muncul adalah bahwa guru, saat ini, merasa kesulitan untuk membuat Anda belajar. Banyak guru yang mengeluh bahwa sekarang ini Anda sulit sekali diajar. Anda itu inginnya bermain saja. Kalau diterangkan ramai. Kalau diberi PR jarang mengerjakan. Kalau diberi ulangan saling mencontoh. Para guru ini bingung menghadapi perilaku Anda. Ibarat pendekar, para guru kehabisan jurus menghadapi ulah Anda.
Bertahun-tahun penulis merenungi hal ini. Penulis akhirnya hanya mampu membuat beberapa dugaan. Pertama, bahwa mau mengakui atau tidak, para guru kekurangan ilmu atau ilmu yang dipunyai sudah usang untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Banyak para guru yang merasa ilmunya sudah cukup sehingga tidak perlu lagi belajar. Padahal tanpa sadar banyak pengetahuan yang dulu diperoleh di bangku kuliah sudah ketinggalan jaman. Pengetahuan itu apabila digunakan, tidak lagi relevan dengan perkembangan siswa, sudah tidak manjur lagi mengatasi masalah siswa saat ini. Jika guru merasa kesulitan membuat siswa belajar, maka semestinya guru itu sendiri yang harus belajar. Belajar untuk menemukan dan memecahkan masalah itu. Pertanyaan yang bisa kita ajukan adalah kalau guru menyuruh siswa belajar, bagaimana dengan guru itu sendiri? Seharusnya lebih banyak mana belajarnya siswa dengan belajarnya guru?
Ke dua, para guru kurang menyadari, bahkan mungkin lupa bahwa para siswa adalah anak yang sedang belajar. Apakah layak anak yang sedang belajar kita salahkan? Apakah layak anak yang sedang belajar kita bentak? Apakah manusiawi kita mempermalukan Anda di depan teman-temanya karena melakukan kesalahan? Kesalahan adalah bagian dari belajar. Marilah kita belajar menghargai upaya/ikhtiar Anda, bukan hasil akhirnya.
Guru dalam mengajar, hendaknya menyesuaikan dengan karakteristik siswanya. Degeng (2007) misalnya, menyatakan bahwa siswa belajar  diibaratkan bagai air mengalir di sebuah sungai; mengalir, dinamis, penuh resiko, dan menggairahkan. Kesalahan, kreativitas, potensi, dan ketakjuban mengisi tempat itu. Mengajar diibaratkan bagai tukang bersih air sungai agar air dapat mengalir bebas hambatan. Tugas mengajar diibaratkan sebagai tugas mengangkat sampah dan kotoran lain, mengeruk lumpur dan pasir, dan memindahkan batu dan kayu dari sungai sehingga air dapat mengalir dengan baik. Oleh karenanya ketulusan hati, kesetiaan, kemesraan, kesabaran, cinta, suka cita, improvisasi, pengendalian diri memenuhi pekerjaan mengajar. Mengajar hendaknya menggunakan bahasa cinta. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun.



Pembelajaran untuk Cinta Belajar.
Kalau guru sedang mengajar, ada anak yang tidak memperhatikan bahkan ramai sendiri (biasanya siswa lelaki), jangan terburu-buru menyalahkan siswa. Mari kita belajar dari Ibu Prashnig. Prashnig (2008) menyatakan bahwa sebagian besar siswa wanita mempunyai gaya belajar visual dan auditorial, sedangkan siswa pria banyak yang mempunyai gaya belajar kinestetik dan taktil. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dipelajari. Siswa dengan gaya belajar auditori mempunyai kecendrungan belajar dari suara, dialog, membaca keras, dan menceritakan pengalaman pada orang lain (Meier, 2002). Siswa kinestetik membutuhkan keterlibatan tubuh dan pengalaman fisik untuk memahami isi pelajaran. Siswa taktil adalah siswa penyerapan informasinya melalui kegiatan menyentuh dan menggarap berbagai benda. Anda belajar dan mengingat dengan baik melalui kegiatan yang menggunakan kedua tangan.
Bagaimana dengan proses pembelajaran di sekolah kita? Guru dalam menyajikan pembelajaran di sekolah kita saat ini lebih mengembangkan cara penyerapan informasi yang berbasis visual dan auditorial. Ceramah, membaca buku teks, presentasi dengan LCD, tanya jawab, tugas mengerjakan LKS mewarnai hari-hari di sekolah. Anak-anak kita sepertinya sudah hafal dengan aktivitas yang biasa Anda lakukan tiap hari, yaitu ”dudecak”: duduk, dengar, catat, kerjakan (Amin, 2007). Metode ini hanya menyenangkan dan menguntungkan bagi siswa yang gaya belajarnya visual dan auditorial. Anda sebagian besar siswa wanita. Dengan demikian kita tidak perlu heran jika siswa wanita lebih tertib dalam kelas, rajin mengerjakan tugas, dan akhirnya hasil belajar Anda lebih baik dari siswa pria.
Bagimana dengan siswa pria yang sebagian besar kinestetik dan taktil? Prashnig (2008) menggambarkan, jika Anda siswa taktil dan kinestetik, maka Anda calon-calon pelajar putus sekolah. Anda sangat tersiksa apabila harus duduk di kelas tanpa sesuatu pun yang dikerjakan. Anda dilarang untuk berjalan-jalan dan harus mendengarkan guru yang terus berbicara. Anda ini sungguh tidak tahan. Anda sebenarnya telah mengikuti saran para guru untuk mendengarkan, membaca, dan menulis. Tetapi Anda tidak berhasil karena Anda tidak menyukai hal itu. Satu-satunya pelajaran yang sangat Anda sukai adalah olah raga. Sebagai bentuk protes batin, Anda mulai bertingkah tidak disiplin: seperti baju di keluarkan, tidak pakai dasi atau kaos kaki. Anda sering berkumpul dengan teman-teman se kelas yang berpikiran sama untuk membentuk geng. Anda  sering ramai kalau guru menerangkan. Anda malas mengerjakan PR. Kemudian Anda sering tidak masuk sekolah. Karena, kalau masuk sering diomele gurunya. Dan,  ini membuat para  guru Anda pusing. Ini karena pembelajaran yang Anda terima tidak sesuai preferensi belajar Anda. Di sisi lain, guru Anda belum mau berubah, tetap seperti dahulu. Inilah yang membuat Anda tidak senang belajar, karena belajar hanya akan menyiksa diri Anda.
Kita saat ini perlu menfokuskan semua yang dilakukan untuk belajar siswa. Kita dapat memulainya dari mengetahui dan memahami kebutuhan belajar siswa. Tugas utama guru adalah menfasilitasi siswa agar dapat belajar (facilitate to learning). Semua hal yang menghalangi siswa belajar harus kita singkirkan. Dan, biarkanlah siswa belajar dengan caranya sendiri, bukan menurut cara guru, agar siswa mencintai belajar.
Anda melakukan beberapa hal agar Anda menjadi cinta belajar. Hal-hal tersebut adalah: 1) tanamkan persepsi positif tentang belajar; 2) belajarlah sesuai karekteristik Anda; 3) gunakan teknik-teknik belajar yang baik.
Tanamkan Persepsi Positif tentang Belajar
Langkah awal agar Anda cinta belajar adalah Anda harus mempunyai persepsi positif tentang belajar. Marzano, Pickering, dan Mc. Tighe (1993) menyatakan bahwa hal pertama yang harus ditanamkan pada diri siswa adalah sikap dan persepsi positif tentang belajar. Sikap ini yang akan menentukan perilaku siswa selanjutnya, apakah ia senang belajar atau tidak.
Anda perlu menanamkan persepsi positif ini pada diri Anda sejak pertama kali Anda menginjakkan kakinya di lingkungan sekolah. Upayakan sedemikian rupa agar Anda pulang sekolah dengan perasaan yang senang, karena guru-gurunya ramah, tata usahanya ramah, teman-temannya ramah, salah tidak dimarahi, dan sebagainya. Di sekolah banyak kesenangan. Senang bertemu teman baru. Senang bertemu guru-guru yang ramah dan lucu. Senang karena tidak banyak larangan untuk belajar sesuatu. Senang karena bisa bertanya kalau tidak tahu tentang sesuatu. Senang dan senang.

Belajarlah sesuai Karekteristik Anda
Setiap manusia mempunyai karakteristik yang khas dalam belajar. Mengenali gaya belajar Anda sendiri, merupakan hal penting. Karena, jika Anda belajar sesuai dengan gaya belajar Anda, maka Anda lebih enjoy dan hasilnya maksimal.
Jika Anda mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: lebih suka membaca sendiri daripada dibacakan; senang melihat segala sesuaatu yang teratur dan rapi; sulit/tidak dapat menerima petunjuk secara lisan tetapi harus ditulis;  suka mengerjakan teka-teki; mungkin bermasalah dalam berbicara; di kelas Anda suka memperhatikan wajah dan gerak-gerik guru secara intens; dan melihat sesuatu secara detail, maka Anda termasuk pembelajar visual.
Sebaliknya, bila Anda mempunyai ciri-ciri: mudah terganggu; suka mendengar daripada membaca sendiri, banyak bicara, pencerita yang baik, dapat bercerita lucu dan mencoba untuk melucu; dapat berdialog dengan baik; tulisan tangan atau gambar bisa saja jelek; mempunyai persepsi ruang dan waktu yang jelek;  dan mengalami kesulitan untuk mendengar dan mengambil catatan pada saat yang sama, maka Anda masuk pada kelompok pembelajar auditorial.
Demikian pula, apabila Anda mempunyai ciri-ciri: ingin selalu bergerak; ingin menyentuh hal yang Anda pelajari; sering menulis segala sesuatu; suka mempreteli peralatan dan kemudian memasang kembali; punya banyak hal untuk dimainkan; menunjuk sambil membaca; mengingat dengan berjalan dan melihat; dan membutuhkan obyek yang konkret sebagai bantuan belajar, maka Anda masuk pada katagori pembelajar kinestetik/taktil (Jensen dan Nickelsen, 2011: 35-37)
Gunakan Teknik-Teknik Belajar
Salah satu hal yang membuat Anda tidak senang belajar adalah Anda belajar sekedarnya saja. Belajar yang demikian tidak efisien. Anda membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari suatu materi. Tetapi, materi itu sulit Anda cerna. Kalupun sudah dapat Anda cerna, cepat hilang. Anda akhirnya frustasi. Dan, Anda belajar karena terpaksa.
Banyak strategi belajar yang dapat Anda gunakan untuk memaksimalkan hasil belajar Anda. Strategi mencatat materi dengan menggunakan peta konsep (concep map) atau peta pikiran (maind mapping) dapat Anda coba. Demikian pula beberapa stragi seperti: merangkum materi dalam bentuk tabel; membuat akronim dari hal-hal yang perlu kita hafal; dan membuat jembatan keledai dapat Anda manfaatkan untuk memaksimalkan belajar Anda. Kata kuncinya, apabila Anda ingin berprestasi luar biasa, maka belajar Anda harus luar biasa juga.
Penutup
Menjadikan Anda manusia yang cinta belajar membutuhkan belajar juga. Mulailah dari belajar mencintai guru Anda. Baru kemudian Anda dapat mencintai pelajarannya. Jika semua guru dicintai muridnya, berarti semua pelajaran dicintai muridnya. Bila semua siswa cinta semua pelajaran, siswa akan rindu ke sekolah, karena di sekolah penuh dengan cinta.
Karena sekolah adalah tempat belajar, maka siswa lambat laun akan cinta belajar. Dalam diri siswa tertanam kesan, dalam belajar ada sesuatu yang menyenangkan. Dalam belajar di sekolah ia memperoleh hal-hal baru yang bermakna bagi dirinya. Ketika belajar di sekolah, ia menemukan cinta sejati, cinta guru-gurunya, cinta teman-temannya, cinta semua orang. Setelah siswa ini lulus, ia akan mengajarkan cinta itu kepada siapa saja yang dijumpainya. Dan, kelak ketika ia menjadi dewasa ia tetap belajar, karena dalam belajar terdapat kesenangan, terdapat cinta.
Rujukan

Degeng, I.N.S. 2001. Teori Pembelajaran 2, Terapan, Jakarta, Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Terbuka.

Degeng, I.N.S. 2007. Orkestra Belajar-Mengajar Sukses: Indikator Guru Profesional dan Kompeten Memasuki era KTSP, Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan bagi Guru Sekolah Dasar dan Menengah, FMJJ, Jombang, 9 September
Jensen, Eric dan Nickelsen, LeAnn. 2011. Deeper Learning. Jakarta; PT Indeks.

Marzano, Pickering, dan McTighe. 1993. Assessing Student Outcome: Performance Assessment Using the Dimension of Learning Model. Alexandira Virginia: ASCD

Semiawan, Cony R.  2008. Belajar dan Pembelajaran Pra Sekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta. PT Indeks.



Rabu, 28 September 2011

EVALUSI PEMBELAJARAN IPS

Oleh Saiful Amin


PENDAHULUAN

Evaluasi merupakan salah satu bagian penting dalam proses pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat mengetahui program pembelajaran sudah tercapai atau belum. Sekaligus mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan program itu berhasil – untuk kemudian lebih ditingkatkan – dan program-program yang masih belum berhasil – untuk kemudian dilakukan perbaikan – di masa mendatang. Namun secara konseptual masih ada kerancuan pemahaman, kapan kita melakukan evaluasi, kapan kita melakukan penilaian, dan kapan kita melakukan pengukuran. Untuk itu terlebih dahulu perlu memahami konsep-konsep evaluasi, penilaian, dan pengukuran.

Evaluasi (Evaluation), menurut Cross (1973, dalam Sukardi, 2008:3) merupakan proses yang menentukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat dicapai. Wandt dan Brown (1977, dalam Sudiono, 2007:1) menjelaskan bahwa evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Johnson dan Johnson (2002:1) mengemukakan bahwa evaluasi adalah menentukan kegunaan, nilai, atau hal yang diharapkan dari suatu pengukuran kinerja. Puskur (2003:11) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa  evaluasi adalah kegiatan untuk menentukan nilai guna atau manfaat suatu program sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

Penilaian (Assessment), menurut Johnson dan Johnson (2002:1) adalah pengumpulan informasi mengenai kualitas dan kuantitas perubahan dalam diri siswa, guru, atau administrator. Elliot, dan kawan-kawan (2000:421) mengemukakan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan informasi mengenai kemampuan siswa dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan tentang siswa dan pembelajaran ke depan. Puskur (2003:11) menjelaskan bahwa penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauhmana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi siswa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan informasi dengan menggunakan berbagai cara untuk memperoleh informasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif tentang kemampuan/hasil belajar siswa.

Pengukuran (measurement), menuut Arikunto (2003:3) adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Purwanto (2005:7) mengemukakan bahwa pengukuran adalah membandingkan obyek yang diukur dengan satuan ukuran tertentu. Puskur (2003:11) menjelaskan bahwa pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang siswa telah mencapai karekteristik tertentu. Elliot dan kawan-kawan (2000:421) mengemukakan bahwa pengukuran adalah mengkuantitaskan atau memberi angka pada kinerja siswa. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran adalah proses mengkuantitaskan/mengangkakan obyek (dalam hal ini hasil belajar siswa) yang diukur dengan menggunakan satuan ukuran tertentu.

Berdasarkan ketiga istilah tersebut, maka ditemukan hubungan antara evaluasi, penilaian, dan pengukuran sebagai berikut:
1.     Kita melakukan pengukuran terlebih dahulu menggunakan alat ukur tertentu sebelum melakukan penilaian untuk memperoleh data atau informasi yang kita inginkan;
2.    Kita melakukan penilaian berdasarkan pada hasil pengukuran, sehingga pengukuran merupakan bagian dari penilaian;
3.    Evaluasi dapat dilakukan apabila didahului oleh kegiatan penilaian. Kita dapat melakukan penilaian tanpa melakukan evaluasi, tetapi kita tidak dapat melakukan evaluasi tanpa melakukan penilaian. Kita dapat menggunakan informasi-informasi yang diperoleh dari kegiatan penilaian untuk melakukan evaluasi (Johnson and Johnson, 2002: 2). Dengan demikian penilaian merupakan bagian evaluasi.

Dalam makalah ini pembahasan difokuskan pada masalah penilaian pembelajaran IPS, mengingat membahas evaluasi dalam waktu yang sangat terbatas sangat tidak memungkinkan.




PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN PEMBELAJARAN IPS

Menurut Sukardi (2008: 4-5) ada lima prinsip penilaian, yaitu:
1.     Penilaian harus masih dalam kisi-kisi kerja tujuan yang telah ditentukan
2.    Penilaian sebaiknya dilaksanakan secara komprehensif
3.    Penilaian diselenggarakan dalam proses yang kooperatif antara guru dan peserta didik
4.    Evalusi dilaksanakan dalam proses yang kontinyu.
5.    Penilaian harus peduli dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku.

Menurut Sudiono (2007: 31-33) ada tiga prinsip penilaian hasil belajar, yaitu:
1.     Prinsip keseluruhan
Penilaian hasil belajar yang baik dilaksanakan secara bulat, utuh, atau menyeluruh.
2.    Prinsip Kesinambungan
Penilaian hasil belajar yang baik dilaksanakan secara teratur, sambung menyambung dari waktu ke waktu.
3.    Prinsip Obyektivitas
Penilaian belajar yang baik adalah terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif.

Menurut Purwanto (2005:4-5) ada 5 (lima) prinsip penilaian, yaitu:
1.     Prinsip keobjektifan
Penilaian hasil belajar harus dilaksanakan secara obyektif atau apa adanya dan sedapat mungkin menjauhi unsur-unsur subyektif atau berdasarkan pendapat pribadi
2.    Prinsip Keadilan
Keputusan yang dibuat sebagai tindak lanjut kegiatan penilaian hendaknya adil bagi semua siswa tanpa memandang siapa mereka. SEmua siswa diperlakukan sama; rasa tidak senang atau bahkan benci, rasa tidak suka karean jasa dan sebagainya tidak boleh mempengaruhi pembuatan keputusan.
3.    Prinsip Keberlanjutan
Penilaian belajar harus dilakukan secara berkelanjutan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
4.    Prinsip Keseluruhan
Semua kompetensi yang telah dirumuskan diukur pencapaiannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kompetensi mana yang telah dikuasi dan mana yang belum.
5.    Prinsip Kependidikan
Penilaian tidak sekedar digunakan sebagai dasar untuk menghakimi siswa, melainkan harus bermanfaat untuk mendidik mereka, terutama untuk membangkitkan motivasi, berdisiplin dalam belajar, meminati materi pelajaran, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa eveluasi pembelajran IPS mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
   1.      sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
  2.      objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
  3.      adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik  karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender;
  4.      terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
  5.      terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
  6.      menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek   kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;
  7.      sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;  
  8.      akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.


ACUAN PENILAIAN

Kita mengenal ada dua jenis acuan penilaian, yaitu acuan norma, dan acuan kreteria.

1.   Acuan norma (norm reference)

Yaitu acuan penilaian yang mendeskripsikan penampilan atas dasar posisi relatif seorang siswa terhadap siswa lain di  dalam kelompok kelasnya (Sukardi, 2008:22). Pada acuan norma nilai atau skor siswa dibandingkan dengan nilai atau skor siswa sekelompoknya, digunakan pada pembelajaran yang bersifat kompetitif (Johnson and Johnson, 2002, Wahab, Karim, Danial, 2000).

Penilaian dengan acuan norma digunakan untuk: (a) menentukan ranking siswa dalam satu kelas; (b) mengelompokkan siswa dalam satu kelas berdasarkan prestasi belajar; (c) menentukan/ menyeleksi siswa ke dalam kelas unggul dan kelas normal; (d) membandingkan antar siswa; (e) menyeleksi siswa yang mewakili lomba antar sekolah; (f) menyeleksi siswa yang hendak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi (Puskur: 2003:25). Penilaian dengan acuan norma diterapkan pada kurikulum sebelum KBK dan KTSP.

2.   Acuan kriteria/patokan (creterion reference)

Acuan kriteria adalah acuan penilaian dimana hasil penampilan siswa menunjukkan posisinya sendiri terhadap kreteria tertentu tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa lain (Sukardi, 2008: 23). Pada acuan kreteria nilai atau skor yang diperoleh siswa dibandingkan dengan standar tertentu yang ditentukan sebelumnya; biasanya digunakan pada pembelajaran koperatif dan individualistik (Johnson and Johnson, 2002: 11), nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan (Wahab, Karim, Danial, 2000).

Penilaian dengan acuan kreteria digunakan untuk: (a) menentukan sejauhmana siswa telah mencapai target/kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum; (b) Memberikan remidi atau pengayaan bagi siswa-siswa tertentu; (3) memperkirakan mutu suatu sekolah berdasarkan standar mutu nasional yang tergambar dalam pencapaian daftar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum oleh siswa (Puskur; 2003:25). Penilaian menggunakan acuan kriteria digunakan pada KBK dan KTSP.






APA YANG DINILAI DALAM PEMBELAJARAN IPS

Pembelajaran IPS SMP ditujukan untuk mencapai tujuan seperti yang tertuang dalam dokumen standar isi mata pelajaran IPS SMP. Tujuan tersebut adalah:
1.     Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2.     Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3.     Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.     Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang mejemuk, di tingkat lokal, nasional, global.

Tujuan tersebut pada dasarnya adalah kompetensi yang harus diselesaikan siswa SMP pada mata pelajaran IPS. Tujuan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 ranah/dimensi, yaitu pengetahuan (knowledge); keterampilan (skill); dan nilai-nilai (value). Pengelompokan sepeti ini terjadi pula di Negara-negara lain, baik di Amerika Serikat maupun di Australia.

Sebagai perbandingan, mari kita sandingkan tujuan IPS (social studies) negara kita dengan negara-negara di atas sebagai berikut:

Tabel 1: Perbandingan tujuan IPS di Indonesia, Amerika Serikan, dan Australia
Dimensi
Indonesia
Amerika Serika
Australia
Pengetahuan (knowledge)
·          Sejarah
·          Geografi
·          Ekonomi
·          Sosiologi
·          Antropologi (SMA)
·          Geografi
·          Sejarah
·          Ekonomi
·          Politik
·          Antropolog
·          Sosiologi
·          psikologi
·          Sejarah
·          Psikologi
·          Geografi
·          Antropologi
·          Politik
·          Sosiologi
·          ekonomi
Keterampilan (skill)
·          Berfikir logis dan kritis
·          Rasa ingin tahu
·          Inkuiri
·          Memecahkan masalah
·          Keterampilan sosial
·          Komunikasi
·          Bekerjasama
·          Berkompetisi
Related to acquiring information
·          Reading skill
·          Study skill
·          Reference and information search skill
·          Technical skill unique to electronic device
Related to organizing and using information
·          Thinking skill
·          Decision making skill
·          Metacognitive skill
Related to interpersonal relationship and social participation
·          Personal skill
·          Group interaction skill
·          Social and political participation skill
·          Research skill
·          Thingking skill
·          Social participation skill
·          Communication skill
Nilai-nilai (value)
Memiliki kesadaran sosial dan kemanusiaan
values
values
Sumber
Lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006
NCSS dalam Martorella. 1994. Social Studies for Elementary School Children
Minister of Education, Victoria. 1987. The Social Educatioan Framework: P-10

Dari tabel di atas dapat disimpulkan, pada pembelajaran IPS tidak dikenal ranah/dimensi psikomotor, tetapi menggunakan ranah/dimensi keterampilan (skill).

ANALISIS SK DAN KD IPS SMP
Analisis Standar Kompetensi
·        Standar kompetensi (SK) IPS SMP berjumlah 20 SK. Terdiri dari 6 SK di kelas VII, 7 SK di kelas VIII dan IX.
·        Semua SK menggunakan kata  kerja operasional (KKO) “memahami”. Jika penggunaan kata kerja itu dikaitkan dengan taksonomi Bloom, termasuk dalam ranah koginitif tingkat ke dua, yaitu pemahaman atau comprehension.
Analisis Kompetensi Dasar
·        Kompetensi dasar (KD) IPS SMP berjumlah 57 KD. Terdiri dari 19 KD di kelas VII, 20 KD di kelas VIII, dan 18 KD  di kelas IX.
·        Kata kerja operasional (KKO) yang digunakan dalam KD ada 8 jenis, yaitu:
·            mendeskripsikan sebanyak 43 KD; p2
·            mengidentifikasi sebanyak 7 KD; p1 p4
·            menggunakan sebanyak 1 KD; p3
·            membuat sebanyak 1 KD; p5
·            mengungkapkan sebanyak 1 KD; p2
·            menjelaskan sebanyak 3 KD; p2
·            menguraikan sebanyak 3 KD; p2 dan
·            menginterpretasikan sebanyak 1 KD. P6
Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa KD mata pelajaran IPS semua berada pada ranah/dimensi pengetahuan/knowledge atau kognitif menurut taksonominya Bloom.


TEKNIK PENILAIAN MATA PELAJARAN  IPS SMP

Mata pelajaran IPS termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Penilaian untuk kelompok iptek dilakukan melalui: ulangan harian; ulangan tengah semeseter; ulangan akhir semester, penugasan dan pengamatan dengan menggunakan instrumen yang sesuai dengan SK dan KD (BSNP: 2007).

Teknik penilaian kelompok iptek adalah sebagai berikut:

1.   Tes tertulis 
Tes tertulis adalah suatu teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa pilihan atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-salah dan menjodohkan, sedangkan  tes yang jawabannya berupa isian berbentuk isian singkat atau uraian.
2.   Observasi
Observasi atau  pengamatan adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan menggunakan indera secara langsung. Observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang akan diamati.
3.   Tes praktik  
Tes praktik, juga biasa disebut tes kinerja, adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan kemahirannya. Tes praktik dapat berupa tes tulis keterampilan, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes petik kerja. Tes tulis keterampilan digunakan untuk mengukur keterampilan peserta didik yang diekspresikan dalam kertas, misalnya peserta didik diminta untuk membuat  gambar atau peta. Tes  identifikasi dilakukan  untuk mengukur kemahiran mengidentifikasi sesuatu hal berdasarkan fenomena yang ditangkap melalui alat indera, misalnya mengetahui kerusakan mesin berdasar suaranya, mengetahui nama preparat berdasar bayangan benda yang dilihat di bawah mikroskop. Tes simulasi digunakan untuk mengukur kemahiran bersimulasi memperagakan suatu tindakan tanpa menggunakan peralatan/benda yang sesungguhnya. Tes petik kerja dipakai untuk mengukur kemahiran  mendemonstrasikan pekerjaan yang sesungguhnya seperti mendemosntrasikan cara memasak, cara menghidupkan mesin, atau cara menggunakan mikroskop. 
4.   Penugasan
Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu di luar kegiatan pembelajaran di kelas. Penugasan dapat diberikan dalam bentuk individual atau kelompok. Penugasan ada yang berupa pekerjaan rumah atau berupa proyek. Pekerjaan rumah adalah tugas yang harus diselesaikan peserta didik di luar  kegiatan kelas, misalnya menyelesaikan soal-soal dan melakukan latihan. Proyek  adalah suatu  tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan  secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu dan umumnya menggunakan data lapangan.
5.   Tes lisan 
Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan seorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Tes jenis ini memerlukan daftar pertanyaan dan pedoman pensekoran.
6.   Penilaian portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai portofolio peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya-karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
7.   Jurnal 
Jurnal merupakan catatan pendidik  selama proses pembelajaran yang berisi informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja ataupun sikap peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif. 
8.   Penilaian diri  
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya berkaitan dengan kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran
9.   Penilaian antarteman
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal. Untuk itu perlu ada pedomanan penilaian antarteman yang memuat indikator prilaku yang dinilai. Rangkuman bentuk penilaian beserta bentuk instrumennya disajikan dalam tabel berikut.

Rangkuman teknik dan bentuk instrumen penilaian disajikan dalam tebel di bawah ini:

Tabel 2: Klasifikasi Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
·          Tes tertulis
·          Tes pilihan: pilihan ganda; benar-salah, menjodohkan dan lain-lain
·          Tes isian: tes isian dan uraian (obyektif dan non obyektif)
·          Tes praktik (tes kinerja)
·          Tes tulis keterampilan
·          Tes identifikasi
·          Tes simulasi
·          Tes uji petik kerja
·          Tes lisan
·          Daftar pertanyaan


·          Observasi (pengamatan)
·          Lembar observasi (lembar pengamatan)
·          Penugasan individu atau kelompok
·          Pekerjaan rumah
·          Proyek
·          Penilaian portofolio
·          Lembar penilaian portofolio
·          Jurnal
·          Buku catatan jurnal
·          Penilaian diri
·          Kuesioner/lembar penilaian diri
·          Penilaian antar teman
·          Lembar penilaian antar teman
Sumber: BSNP, 2007:9)












MENILAI PROSES DAN HASIL BELAJAR IPS SMP

Teknik-teknik penilaian di atas, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu teknik tes, dan non tes. Penilaian ranah pengetahuan/knowledge lebih bermakna apabila menggunakan tes. Sedangkan non tes lebih tepat digunakan untuk memperoleh hasil belajar sikap, perbuatan, dan keterampilan (Purwanto, 2005:30; Wahab, dan kawan-kawan: 2000).

Penilaian Ranah Pengetahuan/Knowledge

Hasil analisis SK dan KD mata pelajaran IPS SMP sebagaimana telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa kata kerja operasionalnya berada pada ranah pengetahuan/ knowlede. Dengan demikian,  implikasinya bila guru menilai hasil belajar, akan lebih cocok jika menggunakan tes, utamanya tes tulis.

Penilaian menggunakan tes, dapat menggunakan prosedur sebagai berikut:
1.     menentukan tujuan penilaian, apakah untuk penilaian harian, tengah semester, akhir semester, atau penilaian akhir dari satuan pendidikan;
2.    merumuskan indikator pencapaian;
3.    penyusunan kisi-kisi;
4.    penyusunan instrumen;
5.    telaah  instrumen;
6.    perakitan instrumen
Penilaian dengan teknik tes tulis sudah sangat dikuasai oleh para guru IPS, sehingga tidak perlu pembahasan lebih lanjut pada makalah ini.

Penililaian Ranah Keterampilan/Skill dan Nilai-Nilai/Value

Ranah/dimensi keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) secara eksplisit tidak tertuang dalam SK-KD. Mengajarkan keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) dilakukan dengan cara mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran. Caranya adalah dengan menerapkan model-model pembelajaran “inovatif” yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan (skill) dan nilai-nilai (values) yang akan diintegrasikan. Pembelajaran yang demikian menurut Joyce dan Weil (1996) mempunyai dua efek, yaitu efek pembelajaran (instructional effect) dan efek pengiring (nurturant effect). Efek pembelajaran mungkin dapat dilihat hasilnya dalam jangka waktu singkat. Sebaliknya efek pengiring membutuhkan waktu yang cukup lama. Teknik penilaian yang lebih cocok adalah non tes.

Bagaimana caranya, mari diperhatikan pengalaman Pak Saiful Amin di bawah ini:

Pengalaman praktis, pernah dilakukan oleh Pak Saiful Amin, ketika melakukan kegiatan Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM), semacam PPL, pada saat mengikuti Program Sertifikasi melalui jalur pendidikan di SMPN 1 Malang. Pak Amin ingin memperoleh informasi penguasaan konsep dan  keterampilan kooperatif siswa selama melakukan proses pembelajaran. Pak Amin berdiskusi dengan koleganya dan guru pendamping. Hasil diskusi itu memutuskan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif STAD. Pak Amin kemudian memutuskan untuk menggunakan teknik tes tulis pilihan ganda untuk memperoleh informasi penguasaan konsep yang dilakukan setiap akhir tatap muka, dan teknik pengamatan untuk memperoleh informasi tentang keterampilan koperatif siswa.

Untuk mengukur tingkat keterampilan kooperatif siswa, Pak Amin memerinci aspek itu menjadi 5 indikator,yaitu: 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab individu; 3) interaksi langsung antara siswa; 4) kemampuan berkomunikasi antar siswa dan kelompok; dan proses kelompok. Selanjutnya dari masing-masing indikator disusun tingkat pencapaiannya menjadi empat tingkat, yaitu: baik sekali dengan skor 4; baik dengan skor 3; cukup dengan skor 2; dan kurang dengan skor 1. Rancangan itu kemudian disusun dalam bentuk rubrik. Dalam pelaksanaan perekaman, Amin meminta koleganya untuk pengamatan terhadap setiap kelompok.


Sekilas pengalaman praktis Pak Amin di atas, dapat dijadikan acuan untuk menyusun prosedur pengintegrasian dan penilaian ranah keterampilan dan nilai-nilai sebagai berikut:
1.     menentukan aspek keterampilan atau nilai-nilai yang akan diintegrasikan;
2.     merancang metode pembelajaran dengan mengintegrasikan keterampilan atau nilai-nilai tersebut;
3.     merumuskan indikator pencapaian aspek keterampilan atau nilai-nilai yang diintegrasikan;
4.     menetapkan tingkat pencapaian setiap indikator.
5.     menetapkan skor tiap-tiap tingkatan;
6.     menyusun rubrik.

Sebagai bahan pertimbangan, di bawah ini disajikan model pembelajaran dan aspek keterampilan dan nilai-nilai yang dapat diintegrasikan sebagai berikut:

Tabel 3: Menggintegrasikan Keterampilan atau Nilai-Nilai dengan Metode Pembelajaran yang Sesuai
Aspek Keterampilan atau Nilai-Nilai
Metode Pembelajaran
·          Berfikir logis dan kritis
·          Inquiry Learning
·          Problem Base Instruction (PBI)
·          Rasa ingin tahu
·          Inquiry Learning
·          Problem Base Instruction (PBI)
·          Cooperative Learning, terumata Group Investigation (GI)
·          Inkuiri
·          Inquiry Learning
·          Problem Base Instruction (PBI)
·          Memecahkan masalah
·          Inquiry Learning
·          Problem Base Instruction (PBI)
·          Keterampilan sosial
·          Cooperative Learning (CL) semua tipe
·          Komunikasi
·          Cooperative Learning, semua tipe
·          Problem Base Learning (PBL)
·          Inquiry Learning
·          Bekerjasama
·          Cooperative Learning, semua tipe
·          Problem Base Learning (PBL)
·          Berkompetisi
·          Cooperative Learning, terutama TGT, STAD, NHT
·          Memiliki kesadaran sosial dan kemanusiaan
·          Problem Base Instruction (PBI)
·          Cooperative Learning, terumata Group Investigation (GI)

Masalah yang sering muncul di kalangan guru IPS adalah kurangnya referensi untuk mengembangkan indikator-indikator setiap aspek keterampilan/nilai-nilai. Di bawah ini, disajikan beberapa contoh indikator dari aspek keterampilan yang berhasil dihimpun sebagai berikut:

Tabel 4: Contoh aspek dan indikatornya
Aspek Keterampilan atau Nilai-Nilai
Indikator
·          Berfikir logis dan kritis
·          Menguji dan mengevaluasi data secara kritis
·          Menyusun perencanaan
·          Menetapkan kasus dan efeknya
·          Menyarankan konsekwensi-konsekwensi
·          Membuat spekulasi tentang masa depan
·          Mendorong berbagai alternatif pemecahan masalah
·          Melihat dari perspektif yang berbeda
·          Inkuiri
·          Identifikasi dan klarifikasi masalah
·          Pengumpulan data
·          pengorganisasian data
·          Interpretasi data
·          Analisis data
·          Membuat generalisasi
·          Memecahkan masalah
·          Mengidentifikasi masalah
·          Merumuskan masalah
·          Menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah
·          Memilih alternatif yang terbaik
·          Mengumpulkan data
·          Menganalisis data
·          Membuat kesimpulan
·          Keterampilan sosial
·          Berkontribusi mengembangkan iklim yang sportif dalam kelompok
·          Berpartisipasi dalam membuat aturan bagi kehidupan kelompok
·          Dapat menjadi pemimpin atau bawahan yang baik
·          Membantu dalam penentuan tujuan kelompok
·          Berpartisipasi aktif dalam mencapai tujuan kelompok
·          Berpartisipasi aktif dan diskusi, negosiasi dalam pemecahan konflik dan perbedaan di kelompok
·          Komunikasi
·          Menyampaikan pemahaman dan perasaan dengan jelas, efektif, dan kreatif.
·          Menyampaikan ide dalam berbagai bentuk
·          Mendengar dengan baik pembicaraan pihak lain
·          Menghargai pendapat pihak lain
·          Memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya
·          Keterampilan belajar secara kooperatif
·          Saling ketergantungan positif
·          Tanggung jawab individu
·          Interaksi/tatap muka langsung antar siswa
·          Komunikasi antar antar anggota dan kelompok
·          Proses kelompok

Berikut ini adalah contoh penetapan pencapaian setiap indikator dan skornya untuk aspek keterampilan belajar secara kooperatif:

Aspek 1: saling ketergantungan positif.
·            baik sekali (skor 4) apabila setiap anggota mempunyai kontribusi yang khas terhadap keberhasilan kelompok dan setiap anggota kelompok sangat dibutuhkan untuk keberhasilan kelompok.
·            baik (skor 3) apabila ada dua atau tiga anggota kelompok yang punya kontribusi khas  terhadap keberhasilan kelompok tetapi setiap anggota kelompok sangat dibutuhkan untuk keberhasilan kelompok
·            sedang (skor 2) apabila ada dua atau tiga anggota kelompok yang punya kontribusi khas terhadap keberhasilan kelompok dan dua atau tiga saja anggota kelompok saja yang dibutuhkan untuk keberhasilan kelompok.
·            kurang (skor 1) apabila hanya ada satu anggota kelompok yang dominan dalam memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok sehingga hanya satu anggota itu yang sangat menentukan keberhasilan kelompok
Aspek 2: tanggung jawab individu
·            baik sekali (skor 4) apabila siswa mempelajari meteri bersama-sama (secara kelompok) dan siswa secara individu menunjukkan kemampuan penguasaan materi.
·            baik (skor 34) apabila ada satu atau dua anggota kelompok yang mempelajari materi sendiri dan siswa secara individu menunjukkan kemampuan penguasaan materi.
·            sedang (skor 2) apabila sebagian besar anggota kelompok mempelajari materi sendiri-sendiri dan sebagian besar bekerjasama dalam menunjukkan kemampuan penguasaan materi.
·            kurang (skor 1) apabila semua  anggota kelompok mempelajari materi sendiri-sendiri dan semua bekerja sama saat menunjukkan kemampuan penguasaan materi.


Aspek 3: interaksi langsung antar siswa
·            baik sekali (skor 4) apabila semua anggota kelompok (100%) saling berinteraksi untu saling mengajarkan materi dan mengecek pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari.
·            baik (skor 3) apabila hanya 3 anggota kelompok (75%) saling berinteraksi untuk saling mengajarkan materi dan mengecek pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari.
·            sedang (skor 2) apabila hanya 2 anggota kelompok (50%) saling berinteraksi untuk saling mengajarkan materi dan mengecek pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari
·            kurang (skor 1) apabila anggota kelompok belajar sendiri materi yang dipelajari dan tidak saling mengecek pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari
Aspek 4: keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok
·            baik sekali (skor 4) apabila punya ketua kelompok yang berfungsi membagi tugas untuk setiap anggota kelompok dan setiap anggota kelompok menjalankan tugasnya serta selalu bermusyawarah setiap melakukan tindakan kelompok.
·            baik (skor 3) apabila punya ketua kelompok yang berfungsi membagi tugas untuk setiap anggota kelompok tetapi ada satu atau dua anggota kelompok tidak menjalankan tugasnya namun selalu bermusyawarah setiap melakukan tindakan kelompok.
·            sedang (skor 2) apabila punya ketua kelompok yang kurang berfungsi dalam membagi tugas untuk setiap anggota kelompok dan sebagian besar anggota kelompok melakukan tindakan sendiri-sendiri
·            kurang (skor 1)  apabila punya ketua kelompok tetapi tidak berfungsi, setiap anggota kelompok melakukan tindakan sendiri-sendiri.
Aspek 5: proses kelompok
·            baik sekali (skor 4) apabila selalu melakukan refleksi terhadap kinerja kelompok untuk melakukan perubahan-perubahan yang perlu agar kinerja kelompok lebih baik
·            baik (skor 3) apabila kadang-kadang melakukan refleksi terhadap kinerja kelompok untuk melakukan perubahan-perubahan yang perlu agar kinerja kelompok lebih baik.
·            sedang (skor 2) apabila sesekali melakukan reflesi terhadap kinerja kelompok, tetapi  tidak digunakan untuk melakukan perubahan-perubahan yang perlu agar kinerja kelompok lebih baik
·            kurang (skor 1) apabila tidak pernah melakukan reflksi terhadap kinerja kelompok.


PENUTUP

Evaluasi pembelajaran IPS meliputi evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Untuk memperoleh informasi yang akurat perlu menerapkan berbagai teknik penilaian, baik tes maupun non tes. Teknik tes lebih bermakna jika digunakan untuk mengumpulkan informasi hasil pembelajaran. Teknik non tes lebih tepat jika digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran.

Yang disajikan dalam makalah ini berupa hasil kajian teoritis, yuridis, dan pengalaman praktis. Kajian yuridis menjadi dasar pelaksanaan, kajian teoritis sebagai pemerkuat dan pemerkaya kajian yuridis. Pengalaman praktis pada mata pelajaran IPS memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan kajian yuridis dan teoritis di lapangan. Mudah-mudahan apa yang disajikan ini bermanfaat bagi pengembangan kompetensi pedagogik guru-guru IPS. Amin.



DAFTAR RUJUKAN


Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Penilaian Pendidikan; Edisi Revisi. Jakarta; Bumi Aksara

BSNP. 2007. Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta

Eggen P, Kuchak D. 2004. Educational Psichology; Windows on Classrooms.  USA; Pearson Practice Hall.

Depdiknas. 2007. Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta.

Elliot, Kratochwill, Cook, Travers. 2000. Educational Psychology; Efective Teaching, Efective Learning. The McGraw-Hill Companies, Inc; USA

Johnson DW, Johnson RT. 2002. Meaningfull Assessment; A Managable and Cooperative Process. Boston; Alyn and Bacon.

Joys, dan Weil. 1996. Model of Teaching. Boston, USA. Alyn and Bacon.

Martorella, P. H. 1993. Social Studies for Elementary School, Developing Your Citizen. Macmilan College Publishing Company. Macmilan, USA.

Marzano, Pickering, dan McTighe. 1993. Assessing Student Outcome: Performance Assessment Using the Dimension of Learning Model. Alexandira Virginia: ASCD

Ministery of Education, Victoria. 1987. The Social Educatioan Framework: P-10. Victoria, Australia